Tuesday, May 7, 2019

Apakah Wajar Jumlah Kematian Anggota KPPS di Pemilu 2019?


Media tanah air sedang ribut membahas ratusan anggota KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara) yang meninggal beberapa hari setelah pemilu 17 April. Ada yang bilang ini bukti kegagalan pemilu 2019. Ada yang bilang pemerintah dan KPU (Komisi Pemilihan Umum) tidak bersalah. Orang-orang yang dianggap pakar berdebat sengit di media; saya cuma bisa geleng kepala. Mereka semua lupa satu fakta penting, padahal quick count hasil pemilu semestinya mengingatkan kita semua bahwa hukum statistik berlaku untuk angka besar.

Mortality rate di Indonesia adalah 203 per 1000 orang di tahun 2017 dari sumber https://data.worldbank.org/indicator/sp.dyn.amrt.ma. Angka 203 per 1000 orang ini angka per tahun. Untuk mengukur apakah 554 anggota KPPS wajar atau tidak, kita bisa mengubah angka per tahun menjadi angka per minggu karena kematian anggota KPPS rata-rata paling lama seminggu setelah 17 April. Angka mortality rate per minggu adalah (203/1000)/52 = 1/256. Nah jika kita menganggap seminggu terlalu panjang, kita bisa ubah angka ini per setengah minggu, sehingga angka adult mortality rate per setengah minggu adalah lebih kurang 1/512.

Jadi rasio yang kita pakai sebagai perbandingan adalah 1/512. Jika angka mortality rate dengan sample jutaan anggota KPPS jauh lebih tinggi, maka sah kita menduga ada yang perlu kita curigai. Jika angka mortality rate dari sample anggota KPPS dibawah atau sekitar sama dengan 1/512, maka jumlah anggota KPPS yang meninggal adalah wajar secara statistik.

Total jumlah anggota KPPS adalah 7385500 dari sumber https://www.liputan6.com/news/read/3950111/berapa-pengeluaran-kpu-untuk-penyelenggara-ppk-pps-dan-kpps. Angka jutaan ini masuk akal karena dibutuhkan 7 anggota KPPS per TPS (Tempat Pemungutan Suara) sementara ada sekitar 890000 TPS di seluruh tanah air. Jumlah anggota KPPS yang besar ini menyebabkan hukum statistik akan berlaku. Jumlah anggota KPPS yang dilaporkan meninggal sampai 7 Mei adalah 554. Rasio 554 dibagi jumlah anggota KPPS tersebut adalah 1/13331.

Karena 1/13331 jauh lebih kecil dari 1/512, maka bisa disimpulkan bahwa jumlah ratusan anggota KPPS yang meninggal adalah wajar secara statistik.

Kedua angka diatas bisa berubah karena angka-angka yang saya pakai tidak akurat. Tapi 1/13331 lebih kecil 26 kali lipat dibandingkan dengan 1/512, jadi saya cukup yakin perubahan angka tidak akan mengubah banyak angka 1/13331 sehingga misalnya sampai melebihi 1/512. Jadi pengambilan keputusan (inference) akan kewajaran ratusan anggota KPPS yang meninggal adalah cukup kuat.

Jika mortality rate dirasa terlalu tinggi karena lebih mengarah ke ukuran tingkat kematian yang disebabkan oleh kondisi awal medis yang memicu kematian lebih cepat, kita bisa memakai death rate yang lebih mengarah ke angka kematian acak tanpa ada asumsi kondisi awal medis. Death rate di Indonesia menurut sumber World Bank https://data.worldbank.org/indicator/sp.dyn.cdrt.in adalah 7/1000 per tahun. Berarti angka per minggu adalah 1/7429.

Karena 1/13331 lebih kecil dari 1/7429 make tetap bisa disimpulkan bahwa jumlah ratusan anggota KPPS yang meninggal adalah wajar secara statistik. 1/13331 lebih kecil hampir 2 kali lipat dibandingkan dengan 1/7429. Angka kematian anggota KPPS lebih sebanding dengan angka kematian (death rate) di Indonesia, walaupun tetap angka kematian anggota KPPS lebih rendah dari angka statistik death rate Indonesia. Menimbang status sosial ekonomi anggota KPPS yang beragam dan lokasi anggota KPPS yang tersebar di seluruh pelosok, yang sebanding dengan angka statistik death rate Indonesia, maka kesimpulan kewajaran bisa dibilang cukup kuat.

No comments:

Post a Comment