Saturday, June 22, 2019

Long Haul Motorcycling Tips in North America



These tips are a summary of what we have covered about 3000 km between Calgary and Vernon, TX in 5 days riding. To achieve daily riding condition without feeling fatigue, I have several tips based on my riding perspective, which is a two-up riding (rider and passenger) and combined goals of reasonable comfort and distance. These tips may be most appropriate for a multi-day trip in North America in the summer. Conditions outside North America may modify these tips due to accommodation, food availability, and gas station location.

First, motorcycling is a lot of work. We start from 8 am in the morning and finish at 5 pm in the evening. It's possible to achieve an average speed of 100 km per hour (62 miles per hour) on highway so that a 600 km distance in a day is within a reach. That leaves 3 hours for the stops along the way: pitstops to washroom (i.e., rest room in the US), lunch stop, refueling stops. These stops are best designed to coincide with the refueling distance, which is determined by the volume of the gasoline tank of my motorcycle. Another important variable to determine the average stop time is the average distance I can cover in one stage.

I feel most comfortable when riding 2 to 3 hours maximum in one stage. This puts the average distance interval per stage to 200 to 300 km. My motorcycle can reach a maximum of 300 to 350 km without refueling, so my distance covered per stage is more limited by my physical limits. So, the pitstops and lunch stop should be timed accordingly. Spicy food is a no-no during riding for me, as a result. The 300 km riding is usually achieved when I feel good and either scarcity of gas stations along a route and/or good weather accompany me.

It's important to know your physical limits. For example, my ideal ambient temperature is between 15 and 25 degree C. Either colder or hotter temperature will reduce my travel distance per stage. I have experienced combined rainy, freezing temperature, really hard crosswind conditions. Crosswinds may not reduce distance travelled if they occur in burst, but a non-stop two-hour crosswind will wear me down. Rain is more serious; it will reduce the speed by 20-30%, which for highway riding is therefore not safe due to presence of other vehicles.

I always take easy with stops along the way. It's okay to have a 1-hour lunch stop. I get to relax and enjoy my lunch. A two-up configuration means I have to allow for the passenger to enjoy the time too. 

Disain Mesin I


Seri blog Disain Mesin ini mencatat kegiatan saya dan mahasiswa2 saya merancang bangun mesin yang akan kami buat sendiri. Bahasa yang saya pakai tercampur idiom engineering Inggris karena sudah sukar buat saya mencari padanan kata Indonesianya.

Proses awal disain mesin yang saya dan 3 mahasiswa saya adalah mendisain engine top end berupa valve assembly mechanism. Proses ini dimulai 6 Mei 2019.

Kami memakai Kawasaki W800 sebagai contoh dengan tujuan menyederhanakan disain top endnya. Camshaft W800 terletak diatas cylinder, diputar oleh bevel gear shaft yang menghubungkannya dengan crankshaft yang terletak di bottom end. W800 memakai rocker arm sehingga dibutuhkan 2 shafts tambahan. Total tiga shaft ini bisa kami sederhanakan menjadi satu camshaft saja dengan memakai overhead cam.

Disain kami jadinya orisinal dengan letak intake dan exhaust valves yang sangat berbeda dengan kebanyakan mesin sepeda motor.

Saya putuskan untuk tetap memakai bevel gear shaft karena cam lobes sudah terletak diatas cylinder dan merekat di camshaft. Belum saya putuskan apakah cam lobes ini bisa terpisah dari camshaft. Mestinya bisa tapi saya perlu mencek loading di cam lobe dan tentunya stress yang dihasilkan.

Gambar CAD camshaft sudah selesai dengan empat cam lobes dan semua dimensinya. Minggu depan kami akan mulai menggambar cylinder head yang saya perkirakan akan cukup rumit karena harus mengakomodasi intake dan exhaust ports. Selain itu valve assembly, dari valve spring sampai valve lift specification, harus juga diintegrasikan.

Proses optimasi piston assembly sudah hampir selesai. Saya sudah dapatkan rumus piston power yang menditail bagaimana power ini berhubungan dengan crank angular velocity dan dynamical parameters lain seperti moments of inertia connecting road dan crank, dan juga mass mereka. Maximum power pada crank angle tertentu harus disinkronkan dengan maximum combustion power yang dihasilkan dari pembakaran bensin.

Ditail valve timing untuk sementara saya ignore karena optimasi valve timing bisa dilakukan terakhir atau bahkan setelah mesin kamu buat dan test. Berapa derajat dan selisih waktu intake dan exhaust valves tapi sudah saya hitung, jadi untuk sementara kami akan memakai hitungan lebih sederhana ini.

Tuesday, June 18, 2019

Apakah Pemimpin Sejati Perlu Mencalonkan Diri?


Saya menikmati ulasan agama Islam dan kebudayaan Jawa yang diberikan Cak Nun (Emha Ainun Najib) dalam beberapa video-video Youtube. Satu ide penting yang beliau utarakan adalah ide kepemimpinan Jawa dan Islam. Bahwa seorang pemimpin itu harus lahir dan tumbuh dari perjuangan panjang sang pemimpin untuk mencari jati dirinya sebelum memimpin orang lain. Seorang pemimpin itu harus mempunyai kemampuan lengkap: memberikan dan menjelaskan visi misi, menjadi teladan buat semua, siap berkorban. Bahwa pemimpin itu juga dicalonkan oleh orang lain. Pemimpin sejati tidak mencalonkan diri.

Saya setuju dengan dua pandangan diatas. Cacat sistem demokrasi adalah sistem pencalonan pemimpin di tingkat pemerintahan manapun oleh partai politik. Siapa yang menguasai partai politik bisa menyetir langkah dan keputusan yang dicalonkan. Tidak berlebihan jika beberapa kita lalu berpendapat yang pantas mencalonkan diri adalah ketua partai politik tersebut. Konsekuensinya adalah jika ada yang ingin menjadi pemimpin di satu tingkat pemerintahan maka dia harus menjadi ketua partai politik di tingkat tersebut. Proses pencalonan seperti ini rentan manipulasi uang dan barter kekuasaan dengan bisnis, seperti yang sudah terjadi di tanah air. Calon yang didapat sangat mungkin ditundukkan oleh uang dan kekuasaan, atau paling tidak harus berkompromi tentang uang dan kekuasaan. Nafas sistem pencalonan ini konsisten dengan alur pemikiran "pasar bebas" dimana uang menjadi penentu sehingga sistem pasar bebas di dunia usaha satu negara akhirnya tidak diimbangi oleh dunia pemerintahan yang berdasarkan nilai berbeda.

Sistem pemerintahan Canada memperbolehkan seseorang tanpa partai politik mencalonkan diri sebagai walikota; ini wajar dan sudah terjadi di beberapa kota di Canada. Saya tidak tahu apakah boleh calon premier (gubernur) propinsi Canada dan prime minister (perdana menteri) Canada mencalonkan diri tanpa partai politik. Penyeimbang pasar bebas bukannya tidak ada, tapi belum optimum dan kurang dicoba sehingga paham pasar bebas bisa melenggang bebas tanpa tantangan.

Apakah proses pencalonan diri lewat partai politik ini konsep usang? Bisa jadi, karena dengan majunya teknologi informasi akan sangat mungkin ada sistem e-voting langsung oleh rakyat memakai smartphone. Secara proses, apa bedanya memilih pemimpin dengan memilih buku untuk dibeli di toko online?

Yang lebih penting lagi: calon pemimpin itu tidak bisa dan tidak perlu mencalonkan diri. Bahkan menurut saya, calon pemimpin yang mencalonkan diri sendiri itu tidak layak untuk jadi pemimpin. Dalil ini berlaku juga di dunia pendidikan. Apakah universitas Harvard bilang dia universitas terbaik di dunia? Tidak, karena penduduk dunia lah yang menilai sendiri bahwa Harvard universitas terbaik di dunia. Siapa pun yang bilang sendiri dia berkualitas X, kerap kali dia sebenarnya tidak berkualitas X. Universitas yang bilang unggul atau world-class kerap kali justru bukan unggul atau world-class, jika saya menyitir ucapan Cak Nun di salah satu video Youtube yang saya lihat. Penerima hadial Nobel di berbagai bidang tidak bisa mencalonkan dirinya sendiri, begitu juga dengan penerima hadiah Field di bidang matematika.

Sistem pemerintahan Indonesia yang mempunyai majelis permusyawaratan rakyat semestinya bisa mengadopsi sistem pencalonan tanpa pencalonan diri. Syarat berjalannya dengan baik sistem ini adalah anggota-anggota majelis terhormat ini tentu harus punya integritas dan keotentikan tinggi. Untuk bisa memilih anggota-anggota majelis permusyawaratan rakyat dengan baik perlu dibuat perkumpulan-perkumpulan kelas-kelas dan kelompok-kelompok masyarakat yang diketuai oleh orang-orang yang juga tidak bisa mencalonkan diri. Jumlah calon yang diajukan majelis permusyawaratan rakyat bisa lebih dari satu dan mereka kemudian dipilih langsung oleh rakyat memakai e-voting. Sistem seperti ini lebih merefleksikan karakteristik reputasi dan kinerja pemimpin yang kita lakukan di kehidupan sehari-hari.

Monday, June 17, 2019

Jawa Mencari Ilmu


Walaupun sudah lebih dari 30 tahun saya tidak tinggal di pulau Jawa, hati saya tetap melekat kuat kepada budaya Jawa. Buat saya budaya Jawa adalah budaya yang perlu saya rawat karena budaya Jawa mencerminkan sikap keterbukaan yang sehat. Walaupun budaya Jawa berparas berbeda dari abad ke abad dia tidak pernah lupa akan akarnya yang rendah hati, humoris, dan tidak pernah lelah mencari ilmu. Orang Jawa adalah ya itu: Orang yang setia menuntut ilmu dengan kerendahan hatinya dan kesadaran kerterbatasan setiap ilmu yang dia pelajari sehingga dia tidak lupa untuk selalu humoris.

Kesetiaan menuntut ilmu dan rasa rendah hati ini yang membuat masyarakat Jawa mampu mengadopsi agama-agama Buddha, Hindu, dan Islam tanpa harus menanggalkan kepercayaan asli Jawa. Peristiwa adopsi ini menggambarkan kemampuan masyarakat Jawa melihat kelebihan dan kekurangan agama-agama yang dia adopsi. Kemampuan menggabungkan agama-agama untuk menjadi pemahaman dan praktek beragama yang tetap bersifat Jawa juga membuktikan bahwa masyarakat Jawa masih setia menggunakan akal sehat dan kedaulatannya.

Perspektif ini membuat saya lebih simpatik kepada keputusan masyarakat Jawa di abad-abad lalu saat berpindah memeluk berbagai agama diatas. Saya bisa memahami latar belakang keputusan nenek moyang saya. Saya pun juga menerima keputusan sebagian masyarakat Jawa yang tetap memeluk agama Buddha dan Hindu dengan menyeberang ke pulau Bali atau pindah tinggal di beberapa kantung-kantung masyarakat Buddha dan Hindu di pulau Jawa. Karena ini membuktikan masyarakat Jawa adalah dinamis, tidak monolitik, yang mencerminkan keterbukaan menerima hal baru.

Sampai sekarang masyarakat Jawa tetap tidak memiliki struktur rata. Ada kelas-kelas masyarakat, dari pedagang, petani, intelektual, priyayi, dan pamong praja, yang masih diturunkan ke generasi berikutnya. Kelas-kelas ini tidak perlu dihilangkan karena saya sendiri mengalami di Canada bahwa struktur masyarakat yang rata (tidak berkelas) adalah membosankan. Rasa membosankan ini karena budaya tiap-tiap kelas tidak tampak nyata di keseharian. Bagaimana bisa tampak nyata jika setiap generasi pelaku pengisi peran-peran di masyarakat ini berganti terus? Setiap orang bertindak tanduk sama tanpa tergantung kelasnya; tidak ada keunikan yang mewarnai keseharian. Kelas-kelas yang semestinya bisa mencerminkan status sosial dan kebanggaan kelompok ini bertindak tanduk lebih kurang sama.

Bisa jadi tidak ada faedahnya meruntuhkan kelas-kelas masyarakat di masyarakat Jawa hanya karena dalih demokrasi dan modernisasi. Jika tiap pekerjaan sama pentingnya, maka kenapa harus menghilangkan keunggulan komparatif orang tua saya akan mempersiapkan saya lebih baik karena pengalaman kerja mereka di bidang sama yang saya akan tuju? Kemudian, sistem kelas ini juga mempermudah penjagaan kualitas pekerja karena setiap kelas akan berupaya keras menjaga reputasi mereka. Kekuatan kolektif setiap kelas juga akan kuat karena setiap kelas mewakili beberapa generasi pekerja yang juga mempunyai hubungan darah.

Yang perlu dilakukan adalah bagaimana kemakmuran bisa dicapai oleh setiap kelas. Kelas petani semestinya bisa sama kayanya dengan kelas pamong praja. Jika ini masih belum terjadi, maka kesetaraan ekonomi ini yang harus diperjuangkan. Sikap setia menuntut ilmu sendiri tetap berlaku di setiap kelas, mulai petani sampai pamong praja. Dari kegiatan mempraktekkan ilmu ini maka akan timbul inovasi dan produk baru untuk mencapai kemakmuran bersama.

Saya bermimpi bisa tinggal di masyarakat Jawa yang teguh menjaga tradisi. Dari mendengarkan uyon-uyon dan campur sari sampai menonton wayang kulit semalam, memakai sorjan, kain, dan blangkon, sampai bertempat tinggal di rumah joglo. Dan pada saat sama saya mengajari anak-anak muda Jawa fisika dan matematika dan mendisain mesin-mesin kendaraan inovatif. Penggabungan dua jiwa: tradisi dan modern ini sudah ada contohnya di Jepang. Apakah masyarakat Jawa bisa menuju ke sana? Saya yakin bisa jika saya mengingat keterbukaan masyarakat Jawa dan kesetiaannya mengangsu ilmu.

Tuesday, June 11, 2019

Sumpah Palapa


Saya tertegun membaca Sumpah Palapa yang diucapkan Gajah Mada:

Lamun huwus kalah
nusantara
isun amukti palapa,
lamun kalah
ring Gurun,
ring Seran,
Tanjung Pura,
ring Haru,
ring Pahang,
Dompo,
ring Bali,
Sunda,
Palembang,
Tumasik,
samana isun amukti palapa.

Terjemahan bebasnya kira-kira begini:
Jika sudah taklukkan nusantara
Saya akan berhenti tanpa pala,
Jika kalahkan Gurun, Seran,
Tanjung Pura, Haru, Pahang,
Dompo, Bali, Sunda, Palembang,
Tumasik.
Maka saat itu 
saya akan berhenti tanpa pala.

Kalimat sederhana tapi bermakna amat kuat karena disaksikan banyak orang saat Gajah Mada dilantik menjadi panglima (patih) Majapahit. Sumpah untuk poso mutih kata orang Jawa, dimana Gajah Mada hanya akan makan nasi putih tanpa bumbu penyedap dan minum air putih selama laskar Majapahit dibawah pimpinannya belum menaklukkan seluruh nusantara. 

Jiwa berkorban dan berketetapan hati yang membuat saya tertegun. Mampukah saya? Saya sebagai orang Jawa amat sangat malu jika tidak bisa mencontoh kekuatan kehendak seorang Gajah Mada. Apalagi pusat kerajaan Majapahit di Trowulan sekitar 50 km sebelah barat Surabaya, kota kelahiran saya. Gajah Mada makan padi dan lauk yang dihasilkan tanah sekitar kali Brantas. Jika dia bisa, kenapa saya tidak bisa? 

Di sinilah letak pentingnya teladan. Seseorang dari kita sebelumnya menunjukkan apa yang mungkin dan kita setelahnya tidak bisa tidak harus mengikuti teladan ini.

Monday, June 10, 2019

Bibit Bobot Bebet


 

Dari ketiga kata: bibit, bobot, bebet, yang melukiskan bagaimana seorang Jawa memilih calon istrinya, bibitlah yang terpenting. Bobot berupa pangkat dan derajat tidak menurun ke anak dan bebet (kekayaan) kerap fungsi keadaan dan koneksi. Bibitlah yang mencerminkan budaya yang ditanamkan di tingkat keluarga dan cikal bakal genetik calon tersebut.

Anak kedua saya saat wawancara kerjanya di restoran cepat saji ditanya apakah dia orang Filipino. Ketika dijawab tidak, manager restoran bilang tidak apa karena dia yakin anak saya pekerja keras. Anak saya bilang dia berasal dari Indonesia. Pekerja-pekerja restoran yang sebagian besar dari Filipina menganggap Indonesia tidak banyak beda.

Saya bilang ke anak kedua saya bahwa saya senang dia dengan bangga bilang dia dari Indonesia. Saya juga bilang bahwa kita orang Jawa. Secara budaya kita orang Jawa, walaupun negara asal kedua orangtuamu Indonesia. Kenapa saya bilang orang Jawa dulu? Karena dengan bilang kita orang Jawa saya lebih mudah memberi contoh sejarah dan budaya nusantara.

Saya kerepotan mencari contoh teladan orang Indonesia yang mendunia. Pahlawan teknologi, politik, kuliner, apapun lah yang dulu saya kenal saat besar di Indonesia adalah lokal semua. Tidak ada yang namanya menggaung di dunia.

Tetapi jika saya memakai sejarah dan budaya Jawa, maka banyak contoh yang bisa saya berikan. Raden Wijaya, pendiri kerajaan Majapahit, berhasil mengusir laskar Mongol dari tanah Jawa. Saya bilang ke anak saya: hanya ada 2 kerajaan yang mampu mengusir tentara Mongol, Majapahit dan Jepang. Majapahit menguasai seluruh nusantara, sebagian Filipina, Malaysia, dan Indocina. Candi Borobudur dibuat oleh dinasti Syailendra yang berpusat di Jawa Tengah. Untuk memberi contoh teladan tingkat dunia saya harus merujuk ke sejarah nusantara 8 abad lalu!

Memang seperti itu kelamnya sejarah nusantara jika dipandang dari perspektif global. Setelah Sultan Agung, nusantara dijajah VOC, Inggris, Jepang, dan nenek moyang kita menjadi budak dan rakyat terjajah. Baik budaya maupun ekonomi. Harus diakui nenek moyang saya adalah bangsa pecundang semenjak jaman Majapahit pupus. Darimana mental pecundang ini muncul, biarlah ahli sejarah yang mengupas.

Tantangan memberi contoh teladan siapa orang Jawa dan Indonesia ke anak saya adalah tantangan keluarga-keluarga Indonesia yang hidup di luar negeri. Bagaimana menanamkan pemahaman budaya tanah air agar generasi diaspora tidak lupa akarnya.

Saya jelaskan ke anak saya budaya Jawa sebanding dengan budaya Jepang ataupun Inggris. Kita orang Jawa mempunyai musik sendiri, cara tutur berbahasa sendiri, tata berpakaian sendiri, ragam makanan sendiri, arsitektur bangunan sendiri, tatanan masyarakat sendiri, bahkan agama asli sendiri. Kita orang Jawa tidak suka berbicara lantang tanpa bukti. Kita, seperti orang Jepang dan Inggris, lebih memilih berbicara sedikit dan bertindak banyak.

Di rumah kami, istri saya hampir tiap hari memasak masakan Jawa. Ada beberapa makanan Sunda, Minang, Madura yang kita sukai. Dari khazanah makanan ini pula anak saya belajar budaya nusantara.

Saturday, June 8, 2019

Nilai Tukar


Tiap tahun saya pergi ke luar Canada untuk menghadiri konferensi, berlibur, maupun naik sepeda motor keliling Amerika Utara. Cukup sering jadinya saya mencek nilai tukar dollar Canada terhadap rupiah, dollar AS, yen, dan mata uang lainnya. Pengalaman ini bukan berarti saya mengerti darimana nilai tukar itu timbul.

Sebagian nilai tukar datang dari sejarah perdagangan dunia. Masyarakat dan negara yang lebih aktif memproduksi barang dengan membeli barang produksi ke manca negara akan menikmati nilai tukar yang lebih kuat. VOC datang ke Maluku untuk membeli pala dan merica dengan murah dan dijual di Eropa dengan lebih mahal. Masyarakat Maluku saat itu tidak mempunyai sarana untuk menjual pala dan merica sendiri ke Eropa sehingga VOC bisa memonopoli rute perdagangan pala dan merica ke Eropa. Kekuasaan dagang ini pada akhirnya membuat mata uang Belanda lebih kuat terhadap rupiah.

Sebagian nilai tukar datang dari kekuatan produksi teknologi. Masyarakat dan negara yang lebih menguasai teknologi mampu membuat barang-barang yang dibutuhkan negara-negara lain yang tidak menguasai teknologi. Negara-negara yang menguasai teknologi jauh lebih sedikit dari mereka yang buta teknologi, jadi kuatnya nilai tukar mata uang adalah juga fungsi kuatnya keunggulan teknologi. Keunggulan teknologi ini juga yang menyebabkan VOC bisa menjajah tanah air ratusan tahun, dari teknologi navigasi laut sampai teknologi senapan dan meriam.

Sebagian nilai tukar datang dari kemandirian mental satu negara. Produk teknologi yang dihasilkan negara lain bisa tidak laku dijual di negara lain jika masyarakat negara pembeli ini menolak membeli produk tersebut. Penolakan ini bisa terjadi karena tarif impor tinggi atau yang lebih jitu karena penentuan sikap masyarakat yang memihak produk dalam negeri. Tarif impor tinggi sukar dilakukan karena perjanjian dagang bilateral maupun multilateral. Penentuan sikap masyarakat mandiri jauh lebih sukar lagi karena butuh sikap mental baja.

Butuh revolusi mental agar satu masyarakat bisa mandiri. Tapi revolusi mental ini tidak mudah. Sudah ada buktinya bahwa lebih mudah membuat infrastruktur jalan dan jembatan daripada mencetak masyarakat cerdas dan produktif.

Gampangnya siapa yang lebih butuh adalah yang lebih lemah dan nilai tukar mata uangnya juga lebih lemah. Perdagangan ekspor impor tentu wajar, tapi yang tidak wajar adalah nilai tukar mata uang yang terus melemah dari tahun ke tahun. Tidak berlebihan jika saya bilang bahwa nilai tukar adalah ukuran pragmatis jitu untuk mengetahui kekuatan ekonomi satu negara karena pertimbangan diatas.

Friday, June 7, 2019

Produktivitas


Produktivitas dalam pengertian engineering adalah output dibagi input. Hukum kekekalan energi tidak berlaku karena orang produktif menghasilkan output lebih besar dari input yang dia butuhkan. Produktivitas dalam pengertian ekonomi setahu saya adalah uang yang dia hasilkan dari bekerja. Orang yang mampu membeli lebih banyak barang dan jasa di satu negara dibandingkan orang lain dibilang lebih produktif, terlepas dari apakah hasil pekerjaannya mempunyai kegunaan (value).

Saya pribadi lebih setuju mengukur produktivitas seseorang dari selisih kemajuan hasil dari waktu ke waktu. Produktivitas buat saya adalah derivatif kurva hasil seseorang terhadap waktu. Saya tidak menghubungkan produktivitas seseorang dengan uang yang dia dapatkan maupun kegunaan yang dia buat dari hasil kerjanya. Karena uang dan kegunaan kerap fungsi apa-apa yang dianggap satu masyarakat berguna. Masyarakat lain negara bisa menganggap hasil kerja yang sama tidak menghasilkan uang ataupun kegunaan.

Saya memakai definisi produktivas yang lebih sukar diukur karena ditetapkan orang per orang sebagai derivatif kurva hasil kerjanya karena konyol jika produktivitas pekerja restoran cepat saji di Calgary dianggap sangat berbeda dibanding pekerja restoran cepat saji yang sama di Surabaya. Anak saya yang masih bersekolah di kelas 2 SMA mendapatkan gaji C$15/jam bekerja di restoran cepat saji sehingga jika dia kerja full-time maka dia mendapatkan C$2400/bulan (Rp 26 juta per bulan). Sementara, pekerja yang sama di Surabaya hanya mendapatkan sekitar Rp 3 juta per bulan. Apakah anak saya 8,5 kali lebih produktif dari pekerja sejenis di Surabaya?

Biaya hidup di Calgary sekitar 4-5 kali lebih tinggi dari di Surabaya sehingga akhirnya biaya makan minum dan penginapan yang lebih mahal di Calgary membuat anak saya akan merasa semiskin atau sekaya pekerja di Surabaya jika yang dia butuhkan hanya makan, minum, dan penginapan.

Selisih gaji yang sangat besar -padahal produktivitasnya sama- di Calgary membuat anak saya menjadi jauh lebih mampu untuk menyewa mobil atau bepergian dengan pesawat terbang. Ini karena harga mobil dan tiket pesawat terbang di Surabaya lebih tidak terjangkau oleh pekerja restoran cepat saji di Surabaya.

Bagaimana caranya agar harga mobil dan tiket pesawat lebih terjangkau? Hanya ada 2 cara. Pertama, dengan menaikkan gaji pekerja. Kedua, dengan menurunkan harga mobil dan tiket pesawat. Yang sekarang dilakukan di tanah air adalah yang pertama dengan memakai jurus investasi dan ekspor. Walaupun ini membantu, saya tidak yakin ini bisa berlangsung puluhan tahun karena beban kenaikan gaji 8,5 kali diatas adalah amat sangat berat. Gampangnya, jika gaji pekerja harus naik 8,5 kali, berapa besar seharusnya kenaikan gaji profesor di Indonesia?

Yang lebih masuk akal dan juga bisa dilakukan bersamaan adalah menurunkan harga mobil dan tiket pesawat. Bagaimana caranya? Mengundang pemain asing untuk berkompetisi akan bisa menurunkan harga. Tapi hanya ada satu cara jitu yang pasti akan menurunkan harga: membuat sendiri mobil dan pesawat terbang. Struktur gaji pekerja yang rendah di Indonesia akan membuat harga produk teknologi buatan Indonesia sangat kompetitif dibandingkan produk serupa dari Korea Selatan, Amerika Serikat, Canada, dan negara maju lain. Langkah berdikari ini yang sudah dilakukan Cina, Korea Selatan, Jepang untuk keluar dari ketidakmampuan membeli barang dan jasa produk teknologi.

Ekspor akan terjadi dengan sendirinya jika Indonesia bisa membuat produk teknologi seperti mobil dan pesawat terbang sendiri, yang bisa bersaing dengan buatan negara lain.