Sunday, April 22, 2012

Ruang Publik


Penataan ruang publik di banyak kota Indonesia amburadul. Mulai dari trotoar yang porak poranda sampai arsitektur bangunan yang tumpang tindih tanpa peduli keserasian dan keelokan. Beginilah wajah kusam jelek sebagian besar kota di Indonesia.

Ada beberapa perkecualian. Desa-desa di Ubud, Bali terlihat nyeni dan tertata apik sehingga enak dipandang dan menumbuhkan daya pikir otak. Alam indah tak tersentuh di selatan Ciwidey, Jawa Barat, diselingi kebun teh luas dan kabut sore hari. Sekelumit ruas jalan Aji Barang - Purwokerto yang lebat rindang pohon hijau menutupi bukit-bukit sekitar gunung Slamet.

Tapi kecantikan alam Indonesia akan bertambah jarang dan bisa sirna jika pengrusakan alam berlanjut terus dan penataan ruang publik tidak diurus dan ditertibkan sama sekali. Tidak akan ada kecantikan lagi yang tersisa.

Sebagai gantinya adalah tempat-tempat yang dikelola swasta. Restoran, coffee shop, mall, perumahan elit yang ditata cantik dan segar. Mereka justru yang mengadopsi arsitektur Jawa, Sunda, dan Bali. Kecantikan ruang publik menjadi mahal. Semakin berjurang yang kaya dengan yang miskin. Butuh duit banyak untuk sekedar menikmati ruang publik indah.

Rasa estetik masyarakat seperti sirna. Tidak ada lagi perpustakaan elok, taman bersih rindang, sungai jernih deras yang bisa dikunjungi gratis untuk sekedar melepas penat. Kita berbondong ke mall karena di sana udara sejuk dan mata tidak dijarah keburukan tata ruang kota.

Hilangnya ruang publik elok adalah sangat mengenaskan mengingat arsitektur bangunan Jawa, Sunda, Bali ramah alam dan cantik. Kenapa arsitektur asli ini tidak menjadi acuan dalam menentukan proporsi dan estetik ruang publik?

No comments:

Post a Comment