Wednesday, April 11, 2012

Kesimpulan Perbandingan Harga Indonesia-Canada


Ada 2 tabel perbandingan harga Canada dan Indonesia untuk seminar di Politeknik UI (Universitas Indonesia) Senin depan (16 April 2012) yang ingin saya bagikan dengan anda.

Kolom CDN:INA Purchasing Power Ratio adalah rasio jumlah barang sama yang bisa dibeli dengan gaji awal insinyur di Canada dan gaji awal insinyur di Indonesia. Rasio "4.2:1" berarti gaji Canada bisa membeli barang tersebut 4.2 kali lipat lebih banyak dibandingkan gaji Indonesia di negara masing-masing. 

Asumsi analisa adalah harga-harga barang dan servis di Canada lebih mendekati equilibrium karena variasi harga di seantero Canada lebih kecil dari yang di Indonesia. Harga yang mendekati equilibrium mencerminkan permintaan dan penawaran yang seimbang. 

Bukti harga-harga di Canada mendekati equilibrium adalah (i) tidak banyak penurunan harga di Canada jika nilai tukar dollar Canada menguat terhadap dollar AS yang membuat orang Canada berbelanja di AS dan (ii) jaminan mengembalikan barang, yang baru dibeli, di beberapa toko besar jika ada harga yang lebih murah di toko lain.

1. Secara umum, harga servis di Indonesia lebih murah dari di Canada. Rasio rata-ratanya sekitar 1:2 untuk Indonesia. Sebaliknya, insinyur Canada diuntungkan oleh harga barang yang lebih murah di Canada dengan angka rasio rata-rata sekitar 5:1.

2. Karena standar hidup buruh di Indonesia dibawah Canada dan harga servis di Indonesia lebih murah, maka wajar jika harga servis di Indonesia perlu naik untuk menaikkan standar hidup buruh Indonesia. Jika kenaikan harga servis di Indonesia tidak terjadi karena peraturan pemerintah atau yang lain, maka buruh-buruh yang menyediakan servis mensubsidi segmen yang yang membeli servis mereka.

3. Harga barang yang lebih mahal di Indonesia disebabkan dua alasan: (i) banyak barang yang komponen harganya tergantung impor dan (ii) 'price markup' masih terjadi. Alasan pertama berarti kemampuan manufaktur pabrikan di Indonesia masih belum bisa bersaing dengan barang impor. Alasan kedua berarti biaya transportasi dan/atau biaya 'siluman' masih tinggi.

4. Dilema yang dialami Indonesia adalah: biaya pendidikan untuk meningkatkan kualitas SDM sudah tinggi padahal hanya dengan cara ini kemampuan manufaktur pabrikan Indonesia bisa membaik.

No comments:

Post a Comment