Thursday, February 7, 2013

Ongkos Beragama


1. Beragama buat banyak orang menjadi keharusan karena beberapa alasan: (i) mempertahankan tradisi orang tua, (ii) merasa tanpa pegangan jika tidak beragama, (iii) asuransi kematian untuk kemungkinan adanya surga neraka. Alasan beragama agar berakhlak mulia tidak berlandaskan bukti empiris karena banyak orang beragama berakhlak bejat. Juga banyak orang tidak beragama tidak berakhlak bejat.

Belum pernah saya bertemu orang beragama yang murni berdasarkan cinta dalam arti menjalankan perintah agama tanpa mengharapkan pahala. Jadi omong kosong ada orang bilang keputusan beragama tidak berlandaskan perhitungan untung rugi.

Wajar jika kita berpikir sejenak ongkos beragama. Hampir semua orang beragama beranggapan ongkos beragama murah dibandingkan risiko benar adanya surga neraka. Anggapan ini yang ingin saya sanggah sekarang.

2. Tulang belulang mayat-mayat yang ada di kuburan tetap berada di situ ribuan tahun. Jika kita percaya ada ruh yang terlepas dan melayang dari mayat untuk menemui penciptanya, sah buat kita untuk bertanya kemana ruh ini pergi. Alam semesta ini luas dan jika surga neraka ada di salah satu sudutnya, bagaimana ruh bisa terbang kesana? Kemudian kita juga perlu bertanya dari materi apa ruh itu berasal. Apa ruh ini seperti cahaya? Jika memang demikian, tentunya ruh ini bisa diukur energi dan momentumnya. Saya belum pernah membaca bukti empiris adanya ruh; yang ada cuma klaim tanpa bukti empiris.

Singkatnya, adanya surga neraka tidak bisa dibuktikan. Jika kita bersikap obyektif, sebenarnya tidak ada landasan fakta untuk mempercayai adanya surga neraka. Logika pembuktian adanya surga neraka akhirnya berputar-putar saja karena tidak ada bukti empiris.

Kita wajar berharap bahwa ada informasi lengkap tentang surga neraka – jika memang ada – yang ditinggalkan oleh pembuatnya, apalagi untuk masalah sepenting hidup dan mati. Tapi informasi atau manual ini pun tidak diberikan dengan gamblang agar mudah dimengerti. Akhirnya kita dibiarkan bermain tebak-tebakan dari dulu sampai sekarang. Tidak adanya informasi gamblang ini bisa menjadi alasan kuat untuk memutuskan surga neraka adalah mitos belaka.

3. Investasi beragama jadinya bersifat sangat spekulatif karena tidak berlandaskan bukti empiris. Tidak adanya bukti empiris ini pun masih membuat kita enggan untuk menolak adanya surga neraka. Bisa disimpulkan investasi beragama dilakukan karena dilandasi rasa takut. Ongkos beragama bisa dianggap sebagai berbanding lurus dengan rasa takut kita. Kita mau membayar ongkos beragama jika kita semakin takut akan masuk neraka. 

Rasa takut ini bisa dieksploitasi oleh penjaja ajaran agama. Rasa takut kolektif kita membuat beberapa organisasi agama menjadi sangat kaya raya. Rasa takut ini menjadikan kita masyarakat terjajah karena agama di tatanan sosial selalu menjadi alat manipulasi dan kontrol.

4. Dari ketiga alasan beragama di atas, yang masih didukung bukti empiris adalah alasan pertama: mempertahankan tradisi orang tua. Menurut saya, disinilah kunci memahami fungsi agama. Agama adalah bagian budaya masyarakat sehingga tidak ada satu agama yang lebih baik dari yang lain. Semakin rasional satu masyarakat, semakin dia tidak butuh agama.

Adanya agama bukan bukti adanya surga neraka. Adanya agama adalah bukti manusia membutuhkan rasa aman.

Ongkos beragama karena alasan pertama juga karena rasa takut diasingkan oleh masyarakat. Ini menarik untuk disadari karena setiap pendiri agama awalnya dimusuhi oleh atau mengasingkan diri dari masyarakat tempat dia berasal.

5. Ongkos beragama bisa sangat mahal jika kita harus bepergian jauh agar kita merasa aman dari siksa neraka. Ongkos beragama bisa berupa waktu berjam-jam tiap hari agar kita merasa dijauhkan dari api neraka. Buat sebagian orang, ongkos ini wajar karena hakikatnya menenangkan rasa takut yang ada di hati kita.

10 comments:

  1. semoga Sampeyan bisa membuktikannya suatu saat... semoga taufiq dan hidayah Alloh datang kepada Sampeyan...

    ReplyDelete
  2. bisa jadi orang beragama karena mempertahankan tradisi, tapi kalau kita amati, ongkos beragama terhadap bangsa adalah juga hilangnya tradisi nenek moyang yang indah baik secara langsung seperti penghancuran situs purbakala, dll, atau tidak langsung seperti bergesernya pola berpakaian dari indah menjadi kerukupan seperti ninja.

    ReplyDelete
  3. Aku tau kamu sudah belajar agama sejak kecil. Paham Al-Qur'an sejak kecil. Khatam berkali2. Apa yang menyebabkan kamu mempunyai pemikiran seperti ini? Sejak kapan? Mengapa? Just curious, ngga ada tendensi apa2. Karena bagiku, pertanyaan-pertanyaan yang kamu ajukan juga kurang lebih sama dengan apa yang banyak orang tanyakan (termasuk aku). Tapi ada yang berani mengungkapkannya dan ada yang tidak. Ada yang memilih untuk terus mengikuti ajaran2 dan mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu, walau masih belum juga terpuaskan sambil mengharapkan datangnya hidayah.

    ReplyDelete
  4. Pemikiran yg kritis. Terus gali, Pak. Jangan berhenti disini. Coba gali lebih jauh apa beda orang hidup dan mati? Apa definisi hidup dan apa mati? Bagaimana segalanya bermula? Bumi mengitari matahari, energi apa yg menggerakkannya dan bagaimana ia tidak keluar dari tracknya? Kalo memang agama itu budaya, kebiasaan, atau apalah istilahnya, bagaimana bisa satu budaya menghasilkan agama dan budaya yg lain tidak? Apakah agama itu 'status' atau system? Ayo, Pak semangat gali lebih jauh. O ya, kalo agama dihubungkan dg budaya, berarti yg mesti ditelusuri lebih jauh adalah sejarah timbulnya agama2 itu dan bagaimana budaya setempat "menghasilkan" agama tsb. Begutu kan, Pak.

    ReplyDelete
  5. Setuju dg komen ∂ï atas..yaa coba terus digali lbh dalam..jgn stop disini saja..gali lagi secara ilmiah mnrt anda..dari mana kita sebagai manusia yang sempurna ini berasal..siapa yang menciptakan..apakah budaya juga?..jika sdh pernah khatam Al-quran apalg sampe berkali-kali..pahami artinya..justru ilmu pengetahuan ƴg sebenarnya ada disini..semakin manusia itu berilmu semakin tunduk kepada sang Maha Ghoib yg Maha Pencipta..bukan sebaliknya.
    Semoga kita selalu dilimpahkan hidayahNya,amiiin

    ReplyDelete
  6. waah rame pak ulasannya :D

    ReplyDelete
  7. Pernah baca tentang Sayyid Qutb? Beliau pernah bilang meskipun diganjar neraka oleh Allah beliau siap, beliau bergama benar-benar untuk mencari Ridha Allah, bukan mencari surga atau neraka. Cari aja buku2 beliau untuk dibaca.

    ReplyDelete
  8. Salam,

    Dalam diskusi masalah filsafat seperti ini ada baiknya kalau kita balik ke square one lagi. Karena tampaknya semua point dalam tulisan ini didasari kepada asumsi niatan untuk "mencari kebenaran" tentang agama dan kehidupan, harus jelas dulu apa maksud "kebenaran" yang dipahami. Sering kali kerancuan dalam diskusi terjadi karena tidaksamaan dalam maksud/definisi. Karena tidak adanya common ground, diskusi panjang biasanya sering terjadi tanpa ada hasil yang bisa disepakati.

    Dalam usahanya mencari kebenaran, manusia menggunakan perangkat panca indera dan akalnya. Panca indera digunakan untuk melakukan observasi, sedang akal digunakan untuk mengelola data2 yang didapat dari observasi. Karena observasi ini tergantung kepada kemampuan panca indera manusia yang terbatas, manusia membuat teknologi untuk membantu proses observasi ini. Data2 yang didapat dari hasil observasi dianalisa oleh akal. Hasil analisa ini bisa menghasilkan suatu teori. Suatu teori bisa saja dibuktikan kesalahannya oleh teori lainnya karena beberapa faktor, seperti kesalahan dalam pengumpulan data, teknologi yang dipakai tidak secanggih teknologi yang digunakan teori lainnya (data2nya tidak seakurat data2 yang dipakai teori yang lain), atau kesalahan dalam analisa/proses berpikir yang digunakan (fallacies in logical reasoning).

    Dalam hal2 yang tidak bisa dijangkau observasi (misalnya pertanyaan dari mana asalnya hukum2 alam seperti water cycle, gravity, dst, juga pertanyaan ada apa setelah mati, Tuhan, surga, neraka, ruh, dst), dunia filsafat pun dimasuki. Filsafat lebih bersifat kepada terka2/spekulatif. Tidak bisa dibuktikan kesalahan atau kebenarannya, karena tidak adanya data hasil observasi. Dalam ruang lingkup agama, hal2 yang tidak bisa dicapai oleh observasi manusia (hal2 yang sudah masuk ke dalam masalah ghaib) HANYA bisa dijumpai informasinya dalam wahyu Ilahi.

    Pertanyaan mereka biasanya "apakah kitab suci yang diklaim wahyu ini benar2 dari Tuhan atau cuma pengibulan orang belaka, atau bisa jadi sudah mengandung campur tangan manusia di dalamnya" bisa dijawab dengan menganalisa data2 yang ada mengenai bukti2 kenabian/kerasulan mereka yang mengklaim menerima wahyu ini, lalu bukti2 authenticity kitab suci yang diklaim sebagai wahyu sejak diturunkannya sampai saat ini, apa ada bukti2 perubahan2 di dalamnya, dst. Dalam menganalisa hal ini digunakan observasi dan logical reasoning.

    Al Qur'an menjelaskan mengenai hal ini:

    وَمِنَ النَّاسِ مَن يُجَادِلُ فِي اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَلَا هُدًى وَلَا كِتَابٍ مُّنِيرٍ

    Dan di antara manusia ada orang-orang yang membantah tentang Allah tanpa ilmu, tanpa petunjuk dan tanpa kitab (wahyu) yang bercahaya, (Qur'an 22:8)

    IMHO, ayat tsb menjelaskan adanya tiga unsur: ilmu (diperlukan reason), petunjuk (diperlukan observation), dan wahyu (revelation). Observation dan reason hanya bisa digunakan untuk hal2 empirical, sedang Revelation digunakan untuk menjawab hal2 non-empirical. Adalah suatu kemustahilan mencari jawaban pasti terhadap hal2 non-empirical tanpa wahyu/revelation, yang ada hanya spekulasi, conjecture, terka2 belaka.

    Tolong dikoreksi kalau ada yang salah.

    Wallahu'alam.

    ReplyDelete
  9. Allah (S.W.T.) telah menjawab tentang keraguan-raguan terjadinya Hari Kembangkitan (Kiamat) pada surat Al-Hajj (Surat 22) dalam Al-Qur'an. Dalam ayat 5 dari Surat Al-Hajj ini, Allah (S.W.T.) berfirman:

    "Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (ada pula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah." (Q.S. 22:5)

    Paling tidak, ada dua reasoning yang diangkat dalam ayat ini tentang hari kebangkitan manusia:
    1. Keajaiban penciptaan manusia itu sendiri
    2. Dihidupkannya tanah yang telah mati

    1. Keajaiban penciptaan manusia itu sendiri
    Keajaiban penciptaan manusia ini sudah banyak dibahas oleh muslim kontemporer, salah satunya bisa di lihat dalam video Harun Yahya tentang "The miracle of man's creation". Video ini bias di cari di youtube, key search: "The miracle of man's creation (Harun Yahya)".

    Dalam video ini dijelaskan secara detail tentang keajaiban penciptaan dari manusia itu sendiri sehihngga tidak perlu saya jelaskan lagi.

    2. Dihidupkannya tanah yang telah mati

    Apa hubungannya antara dihidupkannya tanah yang sudah mati dengan kebangkitan dari Manusia?

    Contoh yang paling mudah untuk menjelaskan hal ini adalah histori dari Gurun Sahara. Iklim di Gurun Sahara telah mengalami variasi yang sangat besar antara "wet" dan "dry" selama beberapa ratus ribu tahun terakhir.

    Sekitar 10,000 tahun yang lalu, Gurun Sahara adalah gurun yang kering dan mati. Bagi para petani dan para ahli bibit tanaman, mereka akan mengatakan bahwa tidak mungkin biji atau bibit yang sudah dijemur di terik Matahari selama ribuan tahun akan bisa menghasilkan tanam-tanaman lagi. Bibit-bibit tersebut sudah mati. "Ruh" atau "spirit" dari tanaman dan binatang dari Gurun Sahara sudah pergi jauh?

    Tapi sekitar 9,000 tahun yang lalu, Allah (S.W.T.) merubah iklim Gurun Sahara ini menjadi basah. Fase ini disebut dengan "Wet Sahara" or "Green Sahara" phase, atau dikenal dengan nama Neolithic Subpluvial.

    Bibit yang sudah ribuan tahun mati terjemur (atau "ruh"/"spirit" nya sudah mati ini), tiba-tiba tumbuh kembali. Gurun Sahara pun menjadi hutan belantara selama kurang lebih 4,000 tahun. Apakah ada orang yang menyebarkan bibit tanaman ke seluruh permukaan Gurun Sahara sehingga ia menjadi hutan belantara kembali? Tentu saja tidak!

    Demikianlah Allah (S.W.T.) menghidupkan manusia yang sudah lama mati, seperti halnya Ia (S.W.T.) menghidupkan gurun Sahara yang sudah lama mati. Hal ini sangat mudah bagi Allah (S.W.T.)

    Allah (S.W.T.) berfirman:

    "Dan Yang menurunkan air dari langit menurut kadar (yang diperlukan) lalu Kami hidupkan dengan air itu negeri yang mati, seperti itulah kamu akan dikeluarkan (dari dalam kubur). " (Q.S. 43:11)

    "Kami hidupkan dengan air itu tanah yang mati (kering). Seperti itulah terjadinya kebangkitan." (Q.S. 50:11)

    ReplyDelete
  10. kau tidak bisa memahamiKu jika memang kau tidak mau

    ReplyDelete