Tuesday, March 27, 2012

Motivasi Belajar


Sekolah di Indonesia beda dengan di Canada. Anak SD Indonesia sudah dipacu belajar keras. Tabel perkalian sudah harus dihafal di kelas 3, pembagian dan pecahan sudah diajarkan di kelas 4. Anak2 SD di Canada tidak semaju itu. Jadinya, saya dituduh anak saya - karena tahun lalu dia masih sekolah SD di Canada - merusak hidupnya karena sekolah sudah tidak fun lagi.

Materi SD di Indonesia memang berat. Saya ingat dulu masih SD, menghafal berbagai informasi di mata pelajaran IPA dan IPS. Para orang tua bangga jika anaknya menang acara lomba cerdas cermat, padahal lomba ini sebenarnya lomba menghafal saja.

Masalahnya, sekarang orang yang kuat menghafal kurang berguna. Google sudah bisa mengalahkan orang2 seperti ini.

Sekolah di SMP Indonesia juga lebih berat dari di Canada karena lagi-lagi hafalan yang teramat banyak, paling tidak di pelajaran Sejarah, Agama, dan PMP (Pendidikan Moral Pancasila, jaman sekolah saya). Anak sulung saya saat SMP tidak belajar sekeras saya.

Sekolah SMA di Canada baru sebanding dengan SMA di Indonesia. Anak sulung saya belajar keras saat di kelas 11 dan 12. Tidak beda dengan saya dulu. Yang membedakan adalah dia diajari bernalar. Fisika diajarkan dengan eksperimen dulu dan dicocokkan dengan teori. Matematika diajarkan dengan teliti dimana dasar pemikiran juga diberikan. Dulu ini saya kerjakan sendiri karena rajin ke toko buku loak, sementara di SMA cuma rumus-rumus fisika dan matematika yang dicekokkan ke saya.

Situasi berbalik 180 derajat ketika kuliah. Beban kuliah universitas di Canada jauh lebih berat dari di Indonesia. Sehabis tingkat SD-SMP-SMA yang melelahkan, mahasiswa Indonesia lebih rileks belajarnya. Tidak terlihat mereka dikejar-kejar waktu dan sibuk mengerjakan tugas kuliah. Ini yang saya perhatikan saat jadi dosen tamu di ITB tahun 2010. Saya tidak ingat masa kuliah saya serileks mahasiswa2 di Indonesia.

Pada saat mestinya dipacu karena universitas adalah tempat penggemblengan utama sebelum masuk ke "real world", siswa Indonesia justru mengalami anti klimaks. Motivasi belajar bisa rusak karena tidak ditantang secara akademis. Yang didapat bisa jadi akhirnya fakta-fakta dari hafalan semasa SMP dan SMA.

Tuesday, March 20, 2012

Tiga Pelajaran


1. Bantu diri sendiri sebelum bantu orang lain

Jangan termakan pikiran menggebu membantu orang lain karena belum tentu dia mau dibantu atau berubah. Membantu orang lain akhirnya melelahkan karena waktu sendiri terbuang percuma, jika tidak dilakukan dengan senang.

Ada alasan masuk akal kenapa orang jatuh miskin. Dia kurang pendidikan atau tidak cerdas, kurang bekerja keras, salah strategi usaha, atau kombinasi ketiganya. Bisa orang miskin karena besar pasak dari tiang. Bukan hanya karena beli barang yang berlebih, tapi karena tanggung jawab yang dia pikul melebihi kemampuannya.

Orang miskin yang memang sadar atau senang miskin tidak perlu dibantu. Orang seperti ini berkarakter merdeka dan tidak bisa dibujuk atau ditaklukkan.

Orang miskin yang mengeluh miskin bisa dibantu, tapi jangan membantu melebihi kemampuannya untuk bangkit dari kemiskinan.

2. Semua orang punya masalah

Omong kosong orang tertawa dan tersenyum terus. Bilang tidak ada masalah. Orang ini, jika tidak bodoh, tidak mengerti buat apa hidupnya.

Penting untuk mencari apa yang tiap kita senang lakukan saat masih hidup. Karena semua orang punya masalah. Jika saya tidak melakukan yang saya cintai tiap hari, maka masalah saya lebih banyak dari masalah orang lain.

Apa yang sekejab terlihat menyenangkan akan membawa masalah. Tidak ada yang gratis di dunia ini. Mau seks gratis, orang kemudian berpikir untuk menikah. Tapi anak muda kurang sadar biaya keluarga sangat besar dibanding biaya hidup sendiri.

3. Tiap kita tidak pernah belajar dari pengalaman orang lain

Orang pintar saja sering berbuat salah, apalagi yang bodoh. Tambah lagi, semua orang tidak pernah belajar dari pengalaman orang lain.

Sering saya sarankan ke anak muda untuk tidak cepat menikah. Tapi sama seringnya saran saya diabaikan. Ya sudah, silakan. Risiko tanggung penumpang sendiri.

Makanya dunia berputar terus. Tiap kita mencari jalan sendiri. Karena tiap kita tidak pernah cukup bijaksana untuk belajar dari pengalaman orang lain.

Thursday, March 15, 2012

Wrist Watch


Do I have to wear a wrist watch? I need to know time, but I can tell time from my cell phone. Or ask someone: it is a great way to start a conversation.

I haven't worn a wrist watch for 2 years now. Yellow band around my wrist disappeared. My wrist does not smell anymore since no more sweats accumulate. I tried leather and metallic straps, but none worked to get rid of the smell.

So many things I do are based on what people and custom tell me. Some, like wearing a wrist watch, for me at least, clearly have no firm rational or need basis. So I got rid of it. For good.

Do I have to use a BlackBerry or iPhone or other smartphone? I bought 2 BlackBerry at different times to keep connected when in Indonesia. Initially I liked it since my friends and I could chat easily using BlackBerry Messenger.

Over time though, my BlackBerry became a great nuisance since people broadcast questionable stuff: religious fatwas and opinions, all manners of jokes. The worst offenders were BlackBerry groups as they kept causing the alert lights to blink to only remind me to read wayward comments about anything.

So I bought a simple phone with only texting capability.

Thursday, March 8, 2012

Alam Semesta


Tuhan berinvestasi luar biasa mahal
Jika alam semesta dibuat hanya untuk
Menilai manusia selama hidupnya
Mau masuk neraka, atau surga

Karena bumi kita sangatlah kecil
Dibanding tata surya dan gugusan bintang
Alam semesta bisa mengembang terus
Semua ini cuma untuk kita?

Jika benar, ini guyonan kosmik luar biasa
Untuk Tuhan yang amat Maha Kuasa
Hanya peduli yang enam milyar kita
Bukankah kita yang sangat pongah?

Janganlah terlalu percaya omongan orang
Apalagi yang mengaku alim ahli surga
Kita tidak bisa malas menyerahkan hidup
Ke altar jadi-jadian belum tentu benar

Memang alternatif yang lain lebih sepi
Pekat gelap karena berpikir sendiri
Tapi aku yakin Tuhan pasti senyum
Mereka yang mencari sendiri

P.S. Foto diunduh dari Hubble Deep Space website (http://hubblesite.org/newscenter/archive/releases/1996/01/image/a/)

Monday, March 5, 2012

Fluctuations as GDP Growth


I am scratching my head as I think about Indonesia's economy:
  1. Road infrastructure is mismanaged and underfunded; it takes 13 hours to drive 600 km in Jawa.
  2. Telecommunication infrastructure is working, however, since it is in the hand of private companies. 
  3. Average level of education of Indonesians is grade 9 (please read my previous blog on average education level of Indonesians). 
  4. Income per capita of Indonesian is about USD 3500.
Despite all of these, the 2010 gross domestic product (GDP) annual growth rate of Indonesia is 6.1%. Canada does not have these structural problems, yet it experiences a GDP annual growth rate of 3.2% in 2010.

I am beginning to think that what Indonesia - and I suspect other developing countries also - experiences is a growth spur that could be associated with statistical fluctuations. It is known in statistical physics that a large system that conserves its total energy will experience fluctuations on the order of the inverse square root of its number of particles.

Laws of large numbers are quite robust, so I doubt that they don't apply to economic systems. Since Canada's population is about 7.4 smaller than Indonesia's, it suggests that, assuming 1/2 of 34 millions of Canadians participate fully in their economic system, there are about

17 millions × (3.2/6.1)2 = 4.75 millions

Indonesians who fully participate in Indonesia's economy. Thus, only 1.9% of the Indonesian population that are causing the 6.1% GDP annual growth of Indonesia if this growth is caused by statistical fluctuations. I don't have time to check the Indonesia's statistics, but I am willing to bet that the 1.9% number would be roughly equal to the percentage of Indonesians who received undergraduate degrees or higher.

From everyday's perspectives, I see the low quality of human capital and the dire state of road infrastructure as the two main barriers to improving Indonesia's economic performance. These two problems are the choke points of Indonesia's progress and could cause the 6.1% growth to abate at some point. What might precipitate this inflection is anyone's guess.

What remains true in Indonesia though is opportunity. The untapped market is at least 10 times the 1.9% that cause the 6.1% growth. But it will have to wait for the human capital quality to improve so that their average wage rises. Road infrastructure can drag down economy due to high transportation costs; Indonesians are increasingly upset with their road infrastructure.

Saturday, March 3, 2012

Mobil Nasional


Indonesia rindu cerita sukses. Mobil Kiat Esemka langsung digadang-gadang sebagai mobil nasional dan optimisme tinggi diumumkan di teve dan surat kabar bahwa era mobil nasional telah tiba.

Optimisme ini mencurigakan dari awal, karena teknologi otomotif sarat dengan ilmu dan teknologi yang terus terang diluar kemampuan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Ilmu dan teknologi yang perlu dikuasai untuk melahirkan industri otomotif yang tangguh meliputi sistem kontrol elektronik, mekatronik, pengecoran dan machining logam, metalurgi, mekanik, ergonomik, kimia pembakaran (combustion science), dan metal forming.

Investasi yang dibutuhkan juga sangat mahal. Satu CNC (computer numerical control) machine berharga sekitar Rp 2,5 milyar yang mampu memproduksi komponen dengan tolerasi sekitar 6/1000 inch. Taksiran saya, 2 jam dibutuhkan untuk menyiapkan dan membor empat silinder untuk mesin mobil. Jika ingin memproduksi 300 mesin tiap bulan untuk produksi 300 mobil tiap bulan, dibutuhkan 3 CNC machine. Investasi untuk manufaktur ini saja bisa Rp 15 milyar karena selain CNC machine juga dibutuhkan alat-alat kerja lainnya seperti cutting inserts, chucks, dan juga biaya pemeliharaan dan pekerja.

Pembuatan blok transmisi juga menyita modal dan ilmu. Gears harus dibuat dari material steel alloy khusus - biasanya AISI 4130 - dan CNC machine tambahan dibutuhkan. Berbeda dengan engine block yang bisa dibuat dari cast steel, material untuk gears ini sangat keras sehingga pembuatannya pun rumit dan mahal.

Ilmu dan resep pembuatan permukaan yang licin, tahan panas, dan kuat dibutuhkan untuk melapisi silinder agar piston yang bergerak dengan kecepatan 4000 rpm tidak rusak. Riset dibutuhkan untuk bisa mengembangkan teknologi ini karena saya bayangkan Jepang, Jerman, dan AS tidak akan memberikan know-how ini dengan cuma-cuma.

Vehicle dynamics juga dibutuhkan untuk mengatur toleransi dan design mobilnya. Berapa jarak antara axle depan dan belakang? Bagaimana design rangka mobil agar bisa menyerap energi tubrukan kecepatan tinggi? Berapa toleransi engsel dan washers agar kabin mobil bisa bergerak tenang dan tidak bising? Seberapa empuk shock absorber harus disetel agar penumpang merasa nyaman dan mobil tetap terasa kokoh? Ini semua perlu dimodel secara matematik, digambar memakai CAD (computer aided design), dan diuji coba.

Emisi gas buang juga harus dites. Berapa banyak konsentrasi NOX, CO2, dan yang lain. Berapa temperature di kamar pembakaran (combustion chamber)? Berapa campuran optimum antara bensin dan udara agar output power tinggi tapi tetap efisien dan tidak membuang gas beracun terlalu banyak? Teknologi catalytic converter juga harus dikuasai agar paling tidak pemilihan teknologi yang akan dibeli menjadi tepat.

Rasa dan kualitas kabin harus juga bagus. Kursi dan jok terasa mewah tanpa harus mahal. Teknologi injection molding harus dikuasai untuk membuat komponen-komponen kabin seperti dashboard dan lainnya.

Jika mobil nasional akhirnya menjadi industri karoseri, maka hemat saya ini tidaklah cukup dan tidak perlu digembar-gemborkan. Kunci kedigdayaan mobil nasional adalah penguasaan teknologi material dan manufaktur untuk membuat engine block, transmission block, chassis, dan drive train. Jika ini tidak dikuasai, kita harus jujur bilang kita tidak bisa.

Penguasaan ilmu dan teknologi tidak bisa dipolitisasi (baca: diakali oleh poli-tikus). Masalahnya tinggal: mau tidak membiayai riset jangka panjang, dimana uang akan terbuang untuk trial and error mencari teknologi baru. Pembuangan uang ini jauh lebih bagus dan mengena daripada pembuangan uang lewat korupsi dan ekonomi biaya tinggi pemerintah.

Jika ingin memulai industri mobil nasional, mulailah dari penguasaan ilmu material and manufaktur logam. Tiga hal yang perlu dikuasai cepat adalah (i) pelapisan logam agar permukaan licin dan tahan panas; (ii) precision manufacturing memakai CNC; dan (iii) CAD design and modeling.