Monday, June 10, 2019

Bibit Bobot Bebet


 

Dari ketiga kata: bibit, bobot, bebet, yang melukiskan bagaimana seorang Jawa memilih calon istrinya, bibitlah yang terpenting. Bobot berupa pangkat dan derajat tidak menurun ke anak dan bebet (kekayaan) kerap fungsi keadaan dan koneksi. Bibitlah yang mencerminkan budaya yang ditanamkan di tingkat keluarga dan cikal bakal genetik calon tersebut.

Anak kedua saya saat wawancara kerjanya di restoran cepat saji ditanya apakah dia orang Filipino. Ketika dijawab tidak, manager restoran bilang tidak apa karena dia yakin anak saya pekerja keras. Anak saya bilang dia berasal dari Indonesia. Pekerja-pekerja restoran yang sebagian besar dari Filipina menganggap Indonesia tidak banyak beda.

Saya bilang ke anak kedua saya bahwa saya senang dia dengan bangga bilang dia dari Indonesia. Saya juga bilang bahwa kita orang Jawa. Secara budaya kita orang Jawa, walaupun negara asal kedua orangtuamu Indonesia. Kenapa saya bilang orang Jawa dulu? Karena dengan bilang kita orang Jawa saya lebih mudah memberi contoh sejarah dan budaya nusantara.

Saya kerepotan mencari contoh teladan orang Indonesia yang mendunia. Pahlawan teknologi, politik, kuliner, apapun lah yang dulu saya kenal saat besar di Indonesia adalah lokal semua. Tidak ada yang namanya menggaung di dunia.

Tetapi jika saya memakai sejarah dan budaya Jawa, maka banyak contoh yang bisa saya berikan. Raden Wijaya, pendiri kerajaan Majapahit, berhasil mengusir laskar Mongol dari tanah Jawa. Saya bilang ke anak saya: hanya ada 2 kerajaan yang mampu mengusir tentara Mongol, Majapahit dan Jepang. Majapahit menguasai seluruh nusantara, sebagian Filipina, Malaysia, dan Indocina. Candi Borobudur dibuat oleh dinasti Syailendra yang berpusat di Jawa Tengah. Untuk memberi contoh teladan tingkat dunia saya harus merujuk ke sejarah nusantara 8 abad lalu!

Memang seperti itu kelamnya sejarah nusantara jika dipandang dari perspektif global. Setelah Sultan Agung, nusantara dijajah VOC, Inggris, Jepang, dan nenek moyang kita menjadi budak dan rakyat terjajah. Baik budaya maupun ekonomi. Harus diakui nenek moyang saya adalah bangsa pecundang semenjak jaman Majapahit pupus. Darimana mental pecundang ini muncul, biarlah ahli sejarah yang mengupas.

Tantangan memberi contoh teladan siapa orang Jawa dan Indonesia ke anak saya adalah tantangan keluarga-keluarga Indonesia yang hidup di luar negeri. Bagaimana menanamkan pemahaman budaya tanah air agar generasi diaspora tidak lupa akarnya.

Saya jelaskan ke anak saya budaya Jawa sebanding dengan budaya Jepang ataupun Inggris. Kita orang Jawa mempunyai musik sendiri, cara tutur berbahasa sendiri, tata berpakaian sendiri, ragam makanan sendiri, arsitektur bangunan sendiri, tatanan masyarakat sendiri, bahkan agama asli sendiri. Kita orang Jawa tidak suka berbicara lantang tanpa bukti. Kita, seperti orang Jepang dan Inggris, lebih memilih berbicara sedikit dan bertindak banyak.

Di rumah kami, istri saya hampir tiap hari memasak masakan Jawa. Ada beberapa makanan Sunda, Minang, Madura yang kita sukai. Dari khazanah makanan ini pula anak saya belajar budaya nusantara.

No comments:

Post a Comment