Thursday, June 23, 2011

Korupsi

Sudahlah, lupakan aja usaha keras memberantas budaya 'korupsi' di tanah air. Terkadang saya berpikir seperti itu. Bukannya saya mendukung korupsi merajalela, tapi korupsi itu ada karena aturan kerja/interaksi dan tingkat ketrampilan yang ada di tanah air mendukung hal ini berkembang biak.

Korupsi timbul karena ini adalah jalan untuk memuluskan transaksi berbagai urusan dan akhirnya menjadi keharusan agar berbagai urusan ini berjalan baik.

Dari pengamatan sebulan ini, saya berpendapat budaya ini datang karena memang ada kebutuhan nyata. Pada saat saya hampir ditilang sebulan lalu karena masuk ke lajur busway, saya memutuskan untuk 'berdamai' saja karena diberitahu urusannya akan repot: SIM ditahan dan harus diambil di kantor pengadilan. Peraturan pengambilan SIM dibuat berbelit. Saya merasa naas; banyak sekali mobil yang nyerobot di lajur busway, tapi kok ya saya yang kena? Kalkulasi di otak saya langsung bilang: "Udah deh, damai aja, toh hampir sama ngeluarin uangnya." Bahkan lebih murah sedikit jika 'berdamai', belum lagi keuntungan waktu.

Contoh sederhana ini bilang korupsi itu memang diadakan oleh aturan kerja/interaksi yang njelimet (baca: birokratis) bukan main. Sementara saya melihat orang Indonesia itu gak mau dibuat sulit. Ringkasnya, orang Indonesia itu sering maunya sendiri. Kemacetan di Jakarta mengingatkan saya akan karakter kita ini. Orang Indonesia itu ingin seefisien seperti semua orang di semua negara lain.

Kembali ke contoh sederhana saya tadi, terlintas di benak saya saat alat 'perdamaian' berganti tangan: gak apa lah, dia kerja keras mengatur lalu lintas; mendingan saya beri langsung ke dia daripada ke meja administrasi pengadilan yang saya tidak tahu kemana uangnya pergi setelah itu. Ini bisa jadi pembenaran di kepala saya agar saya tidak terlalu merasa bersalah.

Faktor tingkat ketrampilan juga berpengaruh ke merajalelanya korupsi. Saya ambil contoh proyek tender pengadaan barang. Perusahaan-perusahaan yang ikut tender berlomba untuk menang tender dengan memasang harga bersaing dan faktor konten teknik memadai. Tapi karena tingkat ketrampilan kita rendah, tidak ada faktor menguntungkan lain yang bisa perusahaan-perusahaan ini tawarkan agar menang tender. Jika tingkat ketrampilan kita tinggi, kita bisa menawarkan inovasi produk buatan sendiri yang berpotensi mengalahkan perusahaan-perusahaan saingan dengan telak. Ini jarang terjadi.

Harga-harga yang ditawarkan perusahaan-perusahaan akhirnya tidak berbeda jauh. Tidak juga beda jauh konten teknik mereka karena inovasi-inovasi yang ada di alat-alat yang akan dipakai untuk berlomba tender tidak berbeda. Persaingan harga ini membuka kesempatan korupsi yang sebenarnya merugikan perusahaan pemenang: profit margin turun karena harus bagi-bagi. Korupsi di sini berupa uang imbalan yang dibayarkan pemenang tender ke yang bisa 'membantu' memenangkan tender.

Perusahaan-perusahaan ini jelas tidak mau melakukan korupsi, tapi mereka butuh hidup dan membayar gaji karyawan. Mereka butuh menang tender dan mereka diberikan jalan untuk menang tender. Jelas buat saya korupsi ini dibutuhkan dan perlu ada karena aturan kerja/interaksi/peraturan pemerintah yang njelimet dan kemampuan inovasi produk dan tingkat ketrampilan kita yang rendah.

No comments:

Post a Comment