Bangsa Indonesia dirundung malang. Pemilu 2014 dipastikan tidak akan membawa perbaikan kualitas hidup rakyat. Parpol sibuk cari uang sendiri untuk menimba suara rakyat, bukan untuk membuat program kesejahteraan rakyat. Berita selama setahun ini cuma refleksi upaya cari modal kampanye tanpa ada paparan lengkap mau dikemanakan bangsa ini.
M. T. Zen benar saat bilang "Tak ada bangsa yang kini paling sibuk merusak dirinya sendiri kecuali bangsa Indonesia." Karena yang punya kuasa dan kemampuan bukannya membantu yang sedang lemah dan miskin, tapi justru menindas dan melumat mereka hidup-hidup.
Ada yang bilang ini juga karena rakyat yang tidak terdidik dan salah memilih pemimpin. Tapi yang menyodorkan calon-calon pemimpin ini parpol-parpol sontoloyo itu kan? Jadi bukan rakyat yang salah. Parpol-parpol inilah memulai lingkaran setan dan memang bobrok karena tujuan mereka bukan untuk menyejahterahkan rakyat tapi untuk cari untung sendiri. Bisnis politik tidak pernah seuntung di Indonesia.
Sekarang sudah kepalang basah. Dana kampanye butuh trilyunan untuk pemilu. Ini jadi alasan parpol untuk sibuk cari uang sendiri. Rakyat pun terlihat maklum karena tidak turun ke jalan. Semua orang capek penat. Calon-calon independen tidak bisa maju karena tidak ada dukungan parpol yang juga menguasai badan-badan legislatif. Strategi menyejahterahkan rakyat memakai jalan ini amat sangat suram prospeknya.
Perusakan diri sendiri menjadi lebih lengkap dengan porak porandanya sistem pendidikan nasional. Waktu saya di Indonesia tahun 2011-2012, saya melihat sekolah menengah atas berlomba mengejar status internasional. Sekarang status ini dihapus. Tidak ada masalah jika memang ini yang terbaik. Tapi jelas tidak ada pemikiran jangka panjang. Ini bisa jadi karena pendidikan nasional diproyekkan untuk cari modal kampanye.
Belanja negara diputar oleh parpol-parpol menjadi modal kampanye. Parpol-parpol lalu menyuapi rakyat dengan janji-janji gombal. Bukannya kualitas sekolah, jalan, dan rumah sakit yang didapat, tapi bualan busuk yang memenuhi koran dan teve.
Sistem ekonomi nasional berbasiskan parpol korup sebagai penggerak roda ekonomi ini bisa stabil selama uang pajak tetap masuk. Rakyat membayar pajak untuk biaya kampanye. Uang pajak akhirnya dirupakan menjadi berita infotainment yang dibintangi badut-badut parpol.
Yang diuntungkan bukan rakyat, tapi media teve dan koran yang semakin gemuk makan untung penayangan kampanye. Selain itu, pedagang gosip juga meraup untung karena ekonomi berbasiskan parpol korup butuh gosip untuk menjatuhkan lawan dan kawan.
Tengkulak komoditas pangan – sapi, kedelai, bawang putih, gula, garam, apalah – juga meraup untung karena negara yang bernasib seperti Indonesia tidak punya industri manufaktur yang bisa dimintai uang. Nasi sambel ikan asin di piring rakyat jelata pun tak luput disantap oleh parpol busuk demi modal kampanye.
Ngeri memang kalo kita mau dan coba ikut memikirkannya. Masalahnya KPU ataupun pemerintah dan pihak yang terlibat dalam Pemilu atau Pilkada sengaja menghilangkan keberadaan Golput yg jumlahnya lebih banyak dari partisipan pemilu. Hebatnya lagi rakyat juga cuek dengan tidak diakuinya pilihan mereka sebagai Golput. Jadi memang situasi sebenarnya sama2 cueknya maunya bekerja dan bertindak untuk kepentingan sendiri2. Sama2 tidak peduli dengan bangsa hanya peduli urusan perut masing2 karena memang kondisinya masih sebatas urusan perut.
ReplyDelete