Wednesday, February 10, 2021

Cerai

 

Cerai bukan akhir. Ibarat sungai mengalir ke muara, setiap hubungan pernikahan akan berujung. Cerai mati atau cerai hidup berhakikat sama. Berpisah. Cerai mati bisa dilukiskan menggambarkan hubungan abadi. Cerai hidup juga bisa dilukiskan menggambarkan hubungan abadi karena setelah cerai kehidupan justru tetap berjalan. 

Cerai mati bisa dilukiskan menggambarkan hubungan tidak abadi. Tetapi kenangan akan tetap hidup. Cerai hidup bisa dilukiskan menggambarkan hubungan tidak abadi. Tetapi kehidupan malah tetap berjalan.

Jadi cerai adalah risiko dan kenyataan yang harus diterima saat kedua orang memutuskan menikah. Seperti mati setelah hidup. Tua setelah muda.

Cerai tidak pantas membuat orang sedih atau malah putus asa. Cerai tidak beda dengan kehilangan satu teman diantara milyaran orang di bumi. Cerai adalah ranting patah dari pohon yang tetap hidup dan berkembang.

Cerai malah membuka kesempatan baru buat dua orang yang memutuskan berpisah. Cerai membasuh sembuh luka lama yang tersimpan. Cerai adalah kuntum yang muncul di ujung ranting.

Setiap orang tua yang memutuskan cerai seharusnya bermental baja. Karena perilaku mereka menjadi contoh anak-anak mereka. Anak-anak ini lah yang menjadi hasil nyata pernikahan yang berujung perceraian.

Cerai bukan akhir. Seperti musim yang silih berganti, cerai adalah satu dari keempat musim: berkenalan, berhubungan, berpisah, mencari.

Yang perlu diawasi adalah masa pergantian musim. Saat prahara alam seperti banjir bisa terjadi. Pancangkan titik pandang sejauh mungkin agar kita tidak terpaku ke masa pergantian musim yang terkesan tidak menentu. 

Ada kesempatan dalam setiap ketidaktentuan. Jadilah pribadi yang kuat dan bersahaja. Berpikir tanpa berpamer. Mencari tanpa bersuara. Berkenalan tanpa terburu. Biarlah musim berganti seperti mestinya. Alam semesta adalah teman kita semua.

No comments:

Post a Comment