Monday, November 12, 2012

Indonesia Butuh Partai Buruh


Perang kelas sosioekonomi sebenarnya berjalan sejak lama di Indonesia. Kaum buruh selalu jadi pecundang karena mereka kurang terorganisir, tidak berpendidikan, dan tidak berduit. Indonesia butuh Partai Buruh karena partai-partai sekarang berserikat kerap cuma berdasarkan kesamaan agama. Parpol-parpol berbau agama ini konsep usang dan tidak perlu dipertahankan jika mengingat apa yang barusan terjadi di pemilihan gubernur Jakarta dan pemilihan presiden AS. Konsep partai berbasis agama akan punah seiring bergeraknya jaman.

Pikirin ini timbul saat aku dan istri menikmati makan siang sushi buatannya. Dia nyeletuk, "Gila gak sih, jahe irisan buat makan sushi ini harganya Rp 100 ribu loh di Jakarta." Aku kontan aja bilang "Sementara pembantu rumah tangga cuma digaji Rp 500 ribu per bulan." "Heh, itu aja aku diprotes teman-temanku karena katanya merusak pasaran," selorohnya.

Merusak pasaran? "What the fuck!" seruku. Itu saja sama class warfare (perang kelas) karena kelompok yang kaya tidak mau membagi rejeki mereka dengan yang miskin (baca: kaum buruh), walaupun pembagian itu sebenarnya cukup fair. Yang kaya ingin mempertahankan status quo dengan cara berkomplot. Kerja pembantu sebulan dihargai 5 kaleng jahe teman makan sushi! Makan sekali di Pizza Hut di Tebet Square untuk 3 orang saja bisa kena Rp 250,000, yang sama dengan gaji 3 hari sopir Jakarta.

Servis yang diberikan kaum buruh di Indonesia amat sangat bagus. Tukang cukurku di Jatiwaringin bisa memplontos kepalaku dengan mulus berkilat. Di Calgary, tidak ada yang mau kerja seperti pak Agus – tukang cukurku di Jatiwaringin – jika aku tidak bayar Rp 300,000. Apalagi pekerjaan memplontos kepala mengkilat bukan pekerjaan mudah karena butuh tangan tangkas dan stabil seperti dokter bedah. Di Jakarta aku cukup bayar Rp 30,000 untuk cukur kepala plus pijat kepala.

Keterkaitan pendidikan dengan gaji rendah sangat jelas, tapi kaum buruh tidak mampu menikmati pendidikan bagus karena tidak punya uang. Kenapa tidak punya uang? Karena gaji mereka amat sangat rendah, diukur dengan cara apapun. Amat tidak masuk akal untuk bisa hidup dengan layak buat suami istri beranak 2 dengan gaji Rp 4 juta. Tapi sangat banyak keluarga Indonesia dengan gaji ini hidup di Jakarta dan punya anak lebih dari 2.

Kenapa aku bilang Rp 4 juta tidak cukup? Gampang menghitungnya. Makan 3 kali sehari untuk 4 orang butuh minimum Rp 50,000/hari jika masak sendiri. Sekolah 2 anak bisa memakan biaya Rp 300,000/bulan. Transportasi bisa Rp 20,000/hari, entah naik bus atau sepeda motor. Tiga biaya ini – makan, sekolah, transportasi – saja butuh Rp 2.4 juta. Belum biaya mencicil rumah dan sepeda motor. Belum biaya darurat untuk undangan kawin, rumah sakit, dan tabungan mudik. Belum lagi biaya pakaian dan tamasya ke kebun binatang Ragunan atau Ancol.

Baru beberapa gelintir pemimpin pemerintahan yang benar-benar ingin mengartikulasikan pemahaman tertindasnya kaum buruh ke aksi-aksi nyata. Salah satunya adalah Jokowi dan Ahok. Tapi Indonesia masih butuh banyak lagi untuk membela yang lemah. Indonesia butuh Partai Buruh!

No comments:

Post a Comment