Saya tertegun membaca Sumpah Palapa yang diucapkan Gajah Mada:
Lamun huwus kalah
nusantara
isun amukti palapa,
lamun kalah
ring Gurun,
ring Seran,
Tanjung Pura,
ring Haru,
ring Pahang,
Dompo,
ring Bali,
Sunda,
Palembang,
Tumasik,
samana isun amukti palapa.
Terjemahan bebasnya kira-kira begini:
Jika sudah taklukkan nusantara
Saya akan berhenti tanpa pala,
Jika kalahkan Gurun, Seran,
Tanjung Pura, Haru, Pahang,
Dompo, Bali, Sunda, Palembang,
Tumasik.
Maka saat itu
saya akan berhenti tanpa pala.
Kalimat sederhana tapi bermakna amat kuat karena disaksikan banyak orang saat Gajah Mada dilantik menjadi panglima (patih) Majapahit. Sumpah untuk poso mutih kata orang Jawa, dimana Gajah Mada hanya akan makan nasi putih tanpa bumbu penyedap dan minum air putih selama laskar Majapahit dibawah pimpinannya belum menaklukkan seluruh nusantara.
Jiwa berkorban dan berketetapan hati yang membuat saya tertegun. Mampukah saya? Saya sebagai orang Jawa amat sangat malu jika tidak bisa mencontoh kekuatan kehendak seorang Gajah Mada. Apalagi pusat kerajaan Majapahit di Trowulan sekitar 50 km sebelah barat Surabaya, kota kelahiran saya. Gajah Mada makan padi dan lauk yang dihasilkan tanah sekitar kali Brantas. Jika dia bisa, kenapa saya tidak bisa?
Di sinilah letak pentingnya teladan. Seseorang dari kita sebelumnya menunjukkan apa yang mungkin dan kita setelahnya tidak bisa tidak harus mengikuti teladan ini.
No comments:
Post a Comment