Pantai Lombang, di ujung timur pulau Madura. |
Jembatan Suramadu yang kami seberangi dari Surabaya ke Bangkalan, Madura, seolah berbisik lembut bahwa Indonesia adalah negara maju. Desainnya elok nan sederhana dan selat yang memisahkan Jawa dan Madura terlihat bersih dan luas.
Terakhir kali saya ke Madura saat masih SD - puluhan tahun lalu - dan itu pun hanya sampai Bangkalan. Kali ini kita sekeluarga ke Sumenep di ujung timur Madura.
Ada dua hal yang mengagetkan saya. Pertama, tidak banyak penjual di sepanjang jalan Bangkalan-Sumenep. Warung soto dan sate Madura ada diperbagai kota Indonesia, tapi tidak saya temui di jalan di Madura sendiri. Yang ada bahkan warung makan Surabaya dan Padang, itu pun juga kurang dari sepuluh. Benar-benar bertolak belakang dengan kepadatan penjual makanan di Jawa.
Makanan asli Madura - yang dimakan orang Madura - berbeda dengan yang sebagian besar orang non-Madura tahu. Makanan favorit orang Madura yang tinggal di Madura adalah soto kikil bumbu kacang dan rujak cingur bumbu kacang juga.
Saya hanya bisa berspekulasi kenapa tidak banyak warung makan di Madura. Tapi berdasarkan hukum supply dan demand, jelas orang Madura tidak suka makan di luar rumah. Melihat banyaknya orang Madura yang berdagang di seluruh Indonesia, tidak berlebihan mengira masyarakat Madura mempunyai kebiasaan menabung dan tidak boros. Terbersit dari tatapan mata mereka - saat saya lari pagi - rasa bangga akan budaya Madura. Masih banyak orang laki-laki bersarung lalu lalang berjalan kaki dan naik motor.
Kedua, tidak saya temukan restoran siap saji KFC, McDonald's, A&W, dan semacamnya. Teman saya bilang restoran seperti ini tidak diijinkan di Madura. Saya sempat berpikir masyarakat Madura terbelakang, tapi kemudian saya justru salut dengan mereka. Karena mereka kukuh dan konsisten memegang tradisi Islam dan budaya Madura.
Tidak saya lihat juga mal bertingkat di Sampang, Pamekasan, dan Sumenep. Alam lingkungan di Madura juga tampak masih belum terlalu terkotori dampak industri dan pembangunan yang menggebu.
Pulau Madura jadi jendela alternatif Indonesia yang lebih mandiri. Tidak tergantung ke negara lain. Memang terbelakang, tapi bangga dan tidak malu akan kemandiriannya. Saya berdecak kagum.
No comments:
Post a Comment