Sebulan terakhir ini saya berkesempatan ke kota Villahermosa, Mexico, dan empat kota di India (New Delhi, Dehra Dun, Mumbai, Ahmedabad) untuk urusan kerja. Lebih kurang saya bekerja di tiap negara selama seminggu dan melihat keseharian dengan berlari di jalanan.
1. Kualitas Kota
Saya menilai kualitas kota dari empat parameter:
(i) kejernihan air sungai,
(ii) kelayakan trotoar untuk pejalan kaki,
(iii) keindahan taman kota, dan
(iv) kesemrawutan jalan.
Dari keempat parameter ini, kota-kota di Jawa (Bandung, Jakarta, Solo, Surabaya) yang pernah saya tinggali berada di bawah kota-kota semacam yang saya kunjungi di Mexico dan India, kecuali Mumbai.
Villahermosa, Mexico. Kota Villahermosa, Mexico adalah kota terbesar ke-27 di Mexico dan bisa dibandingkan dengan Malang, Jawa Timur. Jalan dari airport ke kota Villahermosa lebih rapi dan tertata, walaupun lebih kurang sama lebarnya. Tidak ada pengendara sepeda motor atau mobil yang seenaknya sendiri. Kualitas udara Villahermosa lebih bagus dari Surabaya dan Malang. Tidak saya lihat asap hitam mengepul dari bus kota yang melintasi jalan-jalan utama Villahermosa. Trotoar untuk pejalan kaki berfungsi dengan baik. Danau yang terletak tengah kota tertata apik dan masyarakat bisa menikmati suasana asri sekitar danau. Taman-taman kota tertata lumayan dan masyarakat bebas menikmati.
Dehra Dun, India. Kota kecil ini terletak di kaki pegunungan Himalaya. Suasana hiruk pikuknya seperti di kota Wonosobo, tempat kita dulu berakhir tahun saat di Indonesia. Walaupun kecil, airport Dehra Dun tertata bagus dan terawat.
Ahmedabad, India. Kota ini terletak di negara bagian Gujarat, tempat kelahiran Mahatma Gandhi, dan mempunyai jalan raya lapang walaupun kotanya jauh lebih kecil dari Mumbai atau New Delhi. Airport Ahmedabad juga tertata bagus dan terawat.
New Delhi, India. Daerah sekitar India Gate mempunyai jalan-jalan luas dan trotoar lebar dan rendah sehingga sangat menyenangkan buat pejalan kaki dan pelari jalan seperti saya. Banyak anjing liar di mana-mana, yang mungkin membuat takut sebagian kita jika tidak terbiasa. Polusi udara jauh di bawah Jakarta. Saya masih ingat sulitnya bernafas saat lari dari Cawang ke Senen karena polusi udara dari knalpot mobil dan sepeda motor yang luar biasa padatnya. Kesulitan bernafas ini tidak saya rasakan saat di New Delhi.
Taman-taman New Delhi lebih asri dari di Jakarta. Banyak penduduk New Delhi yang merebahkan diri untuk tidur siang di taman-taman. Taman-taman Jakarta dipagari dan tidak seasri yang saya lihat di New Delhi. Ada daerah kumuh di New Delhi, demikian juga di Jakarta, tapi keunggulan New Delhi sebagai ibu kota negara terlihat nyata.
Mumbai, India. Sekilas pandang, Mumbai seperti Jakarta. Padat, pengap, dan kumuh. Dharavi – perkampungan kumuh (slum) di jantung kota Mumbai – tampak dari luar seperti daerah Jatinegara atau Tambora, Jakarta. Saya pernah masuk ke perkampungan kumuh di balik gedung-gedung mewah Jakarta, tapi tidak sempat masuk ke Dharavi.
Mumbai juga hiruk pikuk dengan pembangunan gedung bertingkat tinggi. Bangunan-bangunan yang ada tidak semegah di Jakarta. Tapi di sini justru menurut saya Jakarta terlihat sangat timpang karena kemegahan yang ada berjejeran dengan kemelaratan yang menyesak.
2. Kualitas Pemimpin
Kualitas penduduk India yang terdidik, yang memimpin pemerintahan dan perusahaan, terlihat lebih bagus dari golongan terdidik Indonesia karena 3 hal:
1. Penguasaan bahasa Inggris. Bahkan pelayan hotel sampai sopir taksi di New Delhi dan Mumbai bisa berbahasa Inggris. Tidak ada kecanggungan sama sekali saat karyawan dan pimpinan mereka mengutarakan pendapat mereka dalam bahasa Inggris. Semua diutarakan dengan baik dan lengkap.
2. Kemampuan teknik bagus dan tidak takut mengutarakan pendapat. Pegawai Indonesia lebih banyak menanyakan hal-hal umum dan kurang berani mengutarakan pendapat mereka. Ini berbeda sekali dengan yang saya alami selama seminggu di India. Mereka tidak langsung menanyakan biaya proyek, tapi mengulas detail masalah-masalah teknis dan terlihat mempunyai ilmu dasar sains dan matematika kuat.
3. Kesederhanaan tenaga terdidik India lebih bagus dari yang di Indonesia. Saya sempat terkaget melihat pimpinan perusahaan minyak India memakai mobil Honda Civic. Mana mau pimpinan Pertamina memakai Honda Civic? Pengusaha beraset milyaran dolar yang ditemui saat meeting di New Delhi mengendarai sendiri mobil listrik Reva buatan Mahindra. Mana mau pemilik perusahaan Indonesia beraset puluhan milyar rupiah - apalagi puluhan trilyun rupiah - menyetir sendiri mobil listrik?
Jeleknya kualitas pemimpin Indonesia dibandingkan kualitas pemimpin India ini tampak lebih menyolok dibandingkan kualitas lingkungan hidup kota. Pemimpin India lebih sederhana walau lebih pintar dan berani. Semangat swadeshi India membuat saya kagum karena tidak cuma di ucapan saja.
Indonesia paling tidak ketinggalan dua langkah dari India. Indonesia perlu belajar dari India.
No comments:
Post a Comment